YOGYAKARTA, RRN—Terlibat dalam 14 perkara di pengadilan (8 perdata & 6 pidana) dan 5 laporan polisi oleh sejumlah oknum yang sama selama kurang lebih 6 tahun, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Komputer Indonesia (APKOMINDO) yang juga menjabat Wakil Pemimpin Redaksi media Online Info Breaking News Soegiharto Santoso diduga menjadi korban praktek mafia peradilan dan mafia hukum.
Akibatnya, Soegiharto bahkan pernah ditahan selama kurang lebih 43 hari di Rumah Tahanan Bantul tanpa bukti yang jelas dan pada akhirnya diputus tidak bersalah dan bebas murni oleh majelis hakim yang mengadili perkaranya.
Menyikapi hal itu, Soegiharto yang akrab disapa Hoky ini kemudian melaporkan balik pihak-pihak yang melakukan upaya kriminalisasi terhadap dirinya. Laporan Polisi dengan nomor: LP/362/VII/2017/DIY/SPKY di Polda Daerah Istimewa Yogyakarta terkait dugaan penghinaan dan pencemaran nama baik telah diproses pihak kepolisian setempat dan 3 orang terlapor resmi ditetapkan sebagai tersangka. Dan perkembangan terakhir penyidikan kasus ini, berkas penyidikan terhadap salah satu tersangka bernama Ir. Faaz telah dinyatakan lengkap atau P-21.
Dalam penanganan kasus ini tersangka tercatat dua kali mangkir dari panggilan polisi yakni pada panggilan pertama tanggal 29 Agustus 2019 dan yang kedua pada tanggal 9 September 2019.
Padahal, pada tangal 12 September 2019 Faaz sempat diboyong ke Polda DIY namun polisi tidak berhasil memproses tersangka karena yang bersangkutan menolak mengikuti proses tahap 2 karena merasa telah mengajukan surat permohonan penundaan pemeriksaan pada hari Kamis, tanggal 19 September 2019. Faaz juga membuat perjanjian tertulis bahwa dirinya bersedia ditahan di rumah tahanan negara jika tidak memenuhi panggilan polisi pada tanggal tersebut di atas.
Permasalahan antara Hoky dan Faaz sebetulnya sudah pernah melewati proses mediasi pada 28 September tahun 2018. Namun, menurut Hoky, ketika itu Faaz menolak permintaannya untuk menjauhi rekan-rekannya yang selama ini sering menggugat dan mengkriminalisasi dirinya.
Mediasi pun kandas karena bukannya menjauhi para koleganya yang sering menggugat dan melaporkan Hoky, Faaz justeru balik mengancam menjadikan Hoky sebagai Tersangka dengan tuduhan penganiayaan karena pada saat keduanya bertemu sempat terjadi adu mulut.
Ancaman Faaz terbukti dengan ditetapkannya Hoky sebagai tersangka penganiayaan oleh penyidik Polres Bantul pada tanggal 27 Oktober 2018 dengan ancaman pasal 351 KUHP, Hoky pun melakukan Praperadilan terhadap Kapolres Bantul karena tidak ada bukti sama sekali dan tidak ada visum.
Tak berhenti sampai di situ, Faaz bersama dengan Rudy Dermawan Muliadi yang mengaku sebagai Ketum DPP APKOMINDO, kembali menggugat Hoky dalam kasus perdata pada tanggal 21 Agustus 2018 di PN Jakarta Selatan (setelah sederetan gugatan perdata lainnya) melalui kantor pengacara OTTO HASIBUAN & ASSOCIATES. Sidang kasus ini sudah memasuki tahap putusan yang akan berlangsung pada hari Rabu tanggal 18 September 2019 mendatang. Gugatan terkait siapa yang paling berhak menggunakan nama organisasi APKOMINDO.
Menariknya, dari perkara demi perkara yang dilayangkan kepadanya sejak tahun 2013 lalu, saat ini Hoky menghadapinya seorang diri tanpa didampingi pengacara dan justeru sering menang di pengadilan. “Saya yakin kali ini akan menang lagi meski lawan menggunakan jasa pengacara terkenal sekelas Otto Hasibuan,” ujar Hoky yakin. Kapasitas Faaz sendiri selaku penggugat, menurut Hoky, telah diakui sendiri bahwa dirinya hanya sebagai Sekretaris DPD APKOMINDO DKI Jakarta bukan sebagai Sekjen DPP APKOMINDO.
Hoky juga mengaku sudah memaafkan Faaz secara pribadi karena sudah beberapa kali berjumpa dan makan bersama dalam suasana persahabatan. “Namun kesempatan mencabut laporan sudah saya beri selama setahun yang lalu, pada saat mediasi tersebut, dan saya telah mengatakan jika akhirnya Tersangka dinyatakan bersalah oleh Hakim, lalu ditahan, maka yang paling menderita adalah keluarganya di rumah, namun ternyata Tersangka tetap tidak mau berdamai dan tidak mau meninggalkan kelompoknya, karena diduga masih yakin dirinya kebal hukum, sehingga kesempatan tersebut tidak diindahkannya sehingga pada akhirnya saya ingin membuktikan bahwa tidak ada yang kebal hukum di negeri ini,” ungkapnya.
Hoky juga mengaku heran atas ulah dan sikap Faaz dan koleganya yang tidak pernah mau berhenti merekayasa hukum baik perdata maupun pidana terkait APKOMINDO. “Hingga saat ini ada 14 perkara pengadilan, baik perkara Perdata, perkara Pidana termasuk perkara Tata Usaha Negara hingga perkara praperadilan, sehingga saya harus sepanjang 6 tahun mengejar keadilan,” ujar Hoky.
Bahkan menurut Hoky, 5 (lima) buah Laporan Polisi terhadapnya di lokasi yang berbeda-beda tetap diladeninya. Seluruh perkara yang dihadapi, lanjut Hoky, mungin bisa mencetak rekor MURI sebagai orang Indonesia yang digugat perkara dan laporan pidana terbanyak oleh orang atau kelompok yang sama. “Mereka lupa jika era telah berubah dan tidak ada yang bisa kebal terhadap hukum di negeri ini dan Tuhan selalu berpihak pada yang benar,” pungkasnya.
Senyatanya perkara APKOMINDO telah menjadi pembicaran banyak pihak, termasuk mendapat dukungan dari Prof. Dr. Mohommad Mahfud MD.,S.H. dan Kamilov Sagala SH., M.H., Anggota Komisi Kejaksaan RI Periode ke II.
Perkara APKOMINDO telah viral dan memperoleh banyak simpati, sehingga R Renaldi Herwendro SH Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Universitas Janabadra Yogyakarta akan menjadikan perkara tersebut sebagai tesisnya, dan bahkan Kol Chb Mardikan S. H. M. I. P. M. M akan menjadikan perkara APKOMINDO sebagai disertasi tentang HAKI.
Berikut ini rincian 14 perkara pengadilan dan 5 laporan polisi yang dijalani Soegiharto Santoso alias Hoky :
1. Perkara No: 479/PDT.G/2013/PN.JKT.TIM
2. Perkara No: 195/G/2015/PTUN.JKT
3. Perkara No: 139/B/2016/PT.TUN.JKT
4. Perkara No: 483 K/TUN/2016 di MA
5. Perkara No: 288/Pid.Sus/2016/PN.Btl
6. Perkara No: 03/Pid.Sus/2017/PN.Btl
7. Perkara No: 53/Pdt.Sus-Hak. Cipta/2017/PN.Niaga.Jkt.Pst
8. Perkara No: 340/PDT/2017/PT.DKI
9. Perkara No: 919 K/Pdt.Sus-HKI/2018 di MA
10. Perkara No: 3/Pid.Pra/2018/PN.Btl
11. Perkara No: 13/Pid.c/2019/PN.Btl
12. Perkara No: 44/PID/2019/PT.YYK
13. Perkara No: 144 K/PID.SUS/2018 di MA
14. Perkara No: 633/Pdt.G/2018/PN JKT.SEL. (tanggal 18 September 2019 sidang putusan)
Lima Laporan Polisi yaitu:
1. LP Nomor: 503/K/IV/2015/RESTRO JAKPUS
2. LP Nomor: LP/670/VI/2015/ Bareskrim Polri
3. LP Nomor: TBL/128/II/2016/ Bareskrim Polri
4. LP Nomor: LP/392/IV/2016/ Bareskrim Polri
5. LP Nomor: LP/109/V/2017/SPKT, Polres Bantul.
Hoky juga membeberkan, dalam persidangan kasus yang menjadikannya terdakwa, saksi Henky Tjokroadhiguno mengaku ada pihak yang menyiapkan dana agar dirinya bisa dipenjara, dan salah satu nama yang menyiapkan dana tersebut adalah Suharto Juwono. Keterangan saksi Henky Tjokroadhiguno tersebut dapat dilihat dalam salinan putusan PN Bantul Perkara No: 03/ Pid.Sus/ 2017/ PN.Btl.
Hoky juga menerangkan, Ketika PN Bantul memvonis dirinya bebas murni, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ansyori, SH (Jaksa Utama Pratama) dari Kejagung RI, melakukan upaya Kasasi ke MA namun hasilnya ditolak oleh MA pada putusannya dengan Majelis Hakim Dr. Desnayeti, M. SH., MH., Maruap Dohmatiga Pasaribu, SH., M.Hum dan Dr. H. Suhadi, SH., MH., serta Panitera Pengganti Maruli Tumpal Sirait, SH.MH. Anehnya, menurut Hoky, sampai saat ini dirinya masih menunggu salinan putusan MA sejak tanggal 10 Januari 2018, atau sudah lebih dari 615 hari dan telah sangat jauh melampaui PERMA 214/KMA/SK/XII/2014, bahwa dalam 250 hari putusan perkara Kasasi dari MA harus telah dikirimkan Ke Pengadilan Pengaju.
“Saya menuntut keadilan di negeri ini kepada aparat penegak hukum, kasus pidana yang saya laporkan di Polda DIY dengan 3 Tersangka seharusnya segera diproses seluruh nya bukan hanya 1 Tersangka dan tidak berlarut-larut memakan waktu lebih dari 2 tahun,” ungkap mantan Ketua Panitia Kongres Pers Indonesia 2019.
Sementara itu, pakar hukum tata negara Prof. Mahfud MD turut berkomentar terkait kasus yang dialami Hoky.
“Putusan bebas hakim sudah sesuai karena jaksa tidak dapat membuktikan dakwaannya, tetapi jika karena putusan bebas, jaksa mengajukan kasasi, saya pribadi percaya bahwa putusan Mahkamah Agung akan memperkuat putusan Pengadilan Negeri Bantul karena sejak awal dipercaya oleh majelis hakim bahwa tindakan kriminal yang diduga dilakukan terdakwa, jaksa tidak memiliki buktinya,” kata mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK), mendukung Soegiharto Santoso sebagai Ketua APKOMINDO.
Secara terpisah, Anggota Komisi Kejaksaan Republik Indonesia Periode II, Kamilov Sagala S.H., M.H., mengatakan; “Kasus ini telah menyebabkan kriminalisasi terhadap seseorang yaitu Ir. Soegiharto Santoso, maka tidak ada kata lain bagi siapa pun di muka bumi ini harus membantu dan meluruskannya, guna menghindari pelanggaran hukum dalam penegakan hukum di Negara Kesatuan Republik Indonesia.”
(SAR)