MAKASSAR, RRN – Direktur PT.Putra Utama Global, Hartawan Ishak Djarre serta mantan Kepala Biro Pembangunan Pemprov Sulsel, Jumras harus siap-siap berurusan dengan penyidik kejaksaan.
Pasalnya, pasca-nama Hartawan disebut di sidang Hak Angket DPRD Sulsel memberikan fee 7,5% untuk memenangkan tender di Pemprov bernilai 34 miliar, isu tersebut makin melebar. Apalagi dugaan setoran fee berjumlah miliaran tersebut, dilakukan sebelum pengumuman pemenang tender.
Selain setoran fee 7,5% yang diakui Jumras dan Hartawan versi kesaksian Irfan Jaya saat mereka bertemu, dokumen yang didaftarkan Hartawan untuk “mempermulus” memenangkan tender, juga diduga memalsukan dokumen pengalaman kerja.
Atas fakta yang terungkap ini, Kejaksaan harus segera mengusut hingga tuntas. Mengingat kasus ini sudah tergolong sebagai dugaan gratifikasi atau sarat masalah dalam proses tender proyek puluhan miliar tersebut.
Desakan ke Kejaksaan untuk menangani kasus ini disampaikan oleh puluhan demonstran yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Anti KKN. Saat menggelar aksi unjuk rasa, sekaligus melaporkan kasus ini ke Kejati Sulsel, Rabu (17/7/2019), mereka meminta setoran fee dan dugaan pemalsuan dokumen wajib diusut.
“Kami meminta kepada Kejaksaan untuk mengusut tuntas dugaan pemalsuan dokumen pengalaman kerja oleh PT. Putra Utama Global yang dimanfaatkan untuk mengikuti lelang tender Poyek Peningkatan Jalan ruas Palampang – Munte – Bontolempangan di Kabupaten Sinjai – Bulukumba,” tegas Kordinator Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Anti KKN, Andi Fajar dalam pernyataan sikapnya di Kejati.
Selain itu, Kejaksaan juga harus mengusut tuntas indikasi praktek kolusi di dalamnya.
Mengingat, perusahan yang hanya berada di urutan ke-3 dan cacat administrasi karena pengalaman kerja yang diduga dipalsukan justru dimenangkan oleh Pokja Panitia Lelang. Perusahaan tersebut adalah PT. Putra Utama Global yang beralamat Jl. Kancil Utara No. 66 Kota Makassar.
“Mengusut tuntas dugaan terjadinya KKN dalam lelang tender Proyek Peningkatan Jalan ruas Palampang – Munte – Bontolempangan di Kabupaten Sinjai – Bulukumba yang juga terungkap dalam fakta persidangan Sidang Angket DPRD Sulawesi Selatan (15/07/19), yang mana terperiksa menyatakan adanya fee 7,5% dari pengusaha bernama Hartawan Ishak Djarre, SE yang melibatkan mantan Kepala Biro Pembangunan Sulawesi Selatan, H. Jumras,” urainya.
Tuntutan lainnya, aliansi mahasiswa dan pemuda juga menaruh hadapan, agar pihak kejaksaan segera melakukan pemanggilan dan pemeriksaan terhadap Hartawan Ishak Djarre, SE, H. Jumras, dan Panitia Lelang Pokja.
Menurut pengunjukrasa, kasus ini wajib dikawal. Termasuk proses pemeriksaannya yang transparan dan akuntabel. Sebab jika ini dibiarkan, tentu sangat merugikan Sulsel dan mencederai rakyat
“Harapan kami sangat besar kepada Lembaga Kejaksaan untuk mewakili dan memperjuangkan hak-hak rakyat dalam mendapatkan keadilan serta memberikan kepastian hukum untuk mencapai kemanfaatan terhadap masyarakat. Sehingga apabila harapan ini tidak diindahkan dengan sebaik-baiknya, maka kami akan mengambil langkah-langkah perjuangan yang lebih besar,” pungkasnya.
Diketahui, dugaan setoran fee yang mencapai miliaran dan dugaan pemalsuan dokumen, terungkap saat sidang Hak Angket bergulir di DPRD Sulsel, Senin (15/7/2019). Salah satu saksi kunci yang memberikan keterangannya secara terbuka, Irfan Jaya menyebut, jika Jumras maupun Hartawan mengakui ada setoran Fee 7,5% untuk memenangkan tender proyek.
Padahal sebelum Irfan Jaya mengungkap fakta baru itu, Jumras terkesan “menyembunyikan”. Malah Jumras menebar tudingan lain kalau ada dua pengusaha, yakni Ferry dan Anggu yang meminta proyek itu, dan menyebut akan disodorkan uang 200 juta.
Dengan fakta baru yang dimunculkan, publik bisa menilai sendiri. Ada apa Jumras “pasang badan” untuk Hartawan? Benarkah memang karena sudah menerima setoran miliaran saat dia masih menjabat kepala biro pembangunan?.
(Tiem)